PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN
Pengantar
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah:
1. Orang pribadi.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Subjek Pajak dibedakan menjadi 2 yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Berikut perbedaan dari kedua Subjek Pajak:
Wajib Pajak Dalam Negeri | Wajib Pajak Luar Negeri |
· Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia. · Dikenakan pajak berdasrkan penghasilan netto. · Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (Tarif UU PPh pasal 17). · Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) | · Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. · Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto. · Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26) · Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) |
Kewajiban Pajak Subjektif
Berikut ini tabel mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif:
MULAI | BERAKHIR |
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi: · Saat dilahirkan · Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia. Subjek Pajak Dalam Negeri Badan: · Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. | Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi: · Saat meninggal · Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Subjek Pajak Dalam Negeri Badan: · Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat berkedudukan di Indonesia. |
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT: · Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. | Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT: · Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. |
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT: · Saat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. | Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT: · Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia |
Warisan Belum Terbagi: · Saat timbulnya warisan yang belum terbagi.
| Warisan Belum Terbagi: · Saat warisan telah selesai dibagikan. |
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
· Bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.
· Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi Internasional, dengan syarat:
· Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
· Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dai iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
· Bukan Warga Negara Indonesia.
· Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesi, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, dll.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba Usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan netp yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.
Tidak Termasuk Objek Pajak
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah
1. Bantuan atau sumbangan.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga .
3. Warisan.
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh.
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan macam-macam asuransi.
7. Dividen atau bagian laba yang diperoleh dari Perseroan Terbatas (PT).
8. Iuran yang diperoleh dari dana pension.
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana peniun.
10. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tdk terbagi atas saham-saham dll.
11. Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan modal ventura
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan yang ketentuannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yan bergerak dibidang pendidikan atau penelitian.
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pengurangan yang Diperkenankan Dalam Menghitung PPh Pasal 21
Pengurangan yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pension/Jaminan Hari Tua (JHT). Sementara itu, untuk penerima pension, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pension. Berikut adalah uraian lebih rincinya:
Jenis Pengurang | Maksimal |
Bulan | Tahun |
Biaya Jabatan (5% X Penghasilan Bruto) | Rp 500.000 | Rp 6.000.000 |
Biaya Pensiun (5% X Penghasilan Bruto) | Rp 200.000 | Rp 2.400.000 |