Tampilkan postingan dengan label Perpajakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perpajakan. Tampilkan semua postingan

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

Baca Juga : Konsep PPh Pasal 21
Berikut Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
Rina Safitri (tidak kawin) pada tahun 2017 bekerja di PT Maju Mundur dengan gaji sebulan Rp 8.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000.

Jawab:

Gaji Sebulan                                                                                   Rp  8.000.000
Pengurangan:
            Biaya Jabatan (5% X Rp 8.000.000)   Rp     400.000
            Iuran Pensiun                                      Rp     200.000          Rp     600.000
Penghasilan Neto sebulan                                                               Rp  7.400.000
Penghasilan Neto Setahun 
(12 X Rp  7.400.000 )                                                                       Rp  88.800.000
PTKP setahun:
Untuk diri Sendiri                                                                                Rp  54.000.000
Penghasilan Kena Pajak setahun                                                       Rp  34.800.000
PPh Pasal 21 Terutang:
Baca Juga : Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

            5% X Rp  34.800.000                        Rp    1.740.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp    1.740.000 : 12                                      Rp        145.000
Jadi PPh pasal 21 Rina Safitri yang terutang dalam setahun adalah sebesar Rp 1.740.000 dan untuk sebulan adalah sebesar Rp 145.000.
| Februari 15, 2021 |

MEMAHAMI KONSEP PPH PASAL 21



PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pengertian

Pajak penghasilan Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghasilan lain selain pajak yang telah dipotong akan dikenakan pajak yang bersifat final. Pada akhir tahun pajak, orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh orang Pribadi dan atas Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun. Dasar hukum pengenaan pajak ini adalah Undang-Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008; Peraturan Direktorat Jendral Pajak No. 57/PJ/2009 tentang pedoman teknisi Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua beserta peraturan pelaksanaannya sejalan dengan UU No. 36/2008.

Wajib Pajak Dikenakan Pemotongan Pajak PPh 21

Wajib Pajak yang dikenakan pemotongan pajak ini adalah sebagai berikut:

1.       Penghasilan yang diterima pegawai pensiunan atau secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium termasuk anggota komisaris atau anggota dewan pengawas, premi  bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, anak, jabatan khusus, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yag dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya.

2.       Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, seperti pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, krew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, peneri, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

3.       Olahragawan

4.       Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.

5.       Pengarang, peneliti, dan penerjemah.

6.       Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, computer & sistem aplikasinya, telekomonikasi, elektronika, potgrafi, ekonomi & sosial.

7.       Agen Iklan

8.       Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, serta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan.

9.       Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan.

10.   Peserta perlombaan.

11.   Petugas penjaja barang dagangan.

Wajib Pajak Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak PPh 21

Wajib Pajak yang tidak dikenakan pemotongan pajak ini adalah sebagai berikut:

1.       Penghasilan yang diterima oleh:

·         Pejabat Negara, berupa gaji kehormatan dan tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya

·         Pegawai Negeri Sipil dan Anggota TNI/POLRI, berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dangan gaji.

·         Pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anak, berupa uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lian yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun, yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah.

2.       Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apa pun selain gaji, tunjangan, dan uang pensiunan, yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.

3.       Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun, dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligud oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jamina Sosial Tenaga Kerja, sampai dengan sejumlah Rp 25.000.000

4.       Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan sejumlah Rp 1.000.000 sebulan, yang diterima oleh pekerja yang pekerja sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja dengan gaji, upah, serta imbalan lainnya dalam bentuk uang tidak melebihi Rp 2.000.000 sebulan, PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah.

Penghasilan Yang Dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final sebagai berikut:

Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (kecuali Golongan II/d ke bawah), anggota TNI/POLRI (kecuali berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah) dan pensiunan, dikenakan tarif sebesar 5% untuk Golongan III dan 15 % untuk Golongan IV.

Penghasilan berupa hadiah, undian, dikenakan tariff sebesar 25%.

Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan  pension yang dibayar oleh dana pensiun dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikenakan tarif progresif sebesar 5% sampai 30%.

Pengenaan Tarif Pajak Secara Umum

Berikut tarif pajak secara umum:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Di atas Rp 0 s/d  Rp 50.000.000
5%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000
15%
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000
25%
Di atas Rp 500.000
35%

Tarif pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 20% (dua puluh persen) dari tarif yang diterapkan atas Wajib Pajak yang memiliki NPWP yang dapat dibuktikan dengan menunjukkan kartu NPWP.


Pengurangan yang Diperkenankan Dalam Menghitung PPh Pasal 21

Pengurangan yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pension/Jaminan Hari Tua (JHT). Sementara itu, untuk penerima pension, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pension. Berikut adalah uraian lebih rincinya:

Jenis Pengurang
Maksimal
Bulan
Tahun
Biaya Jabatan (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 500.000
 Rp 6.000.000
Biaya Pensiun (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 200.000
 Rp 2.400.000
| Februari 13, 2021 |

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (PPH)


Dasar Pengenaan Pajak

Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalag penghasilan bruto.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP).

Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)              = Pengahasilan Neto

Penghasilan Kena Pajak ( WP orang pribadi = Penghasilan Neto – PTKP

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Perhitungan besarnya Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1.    Menggunakan Pembukuan.

2.    Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
Menghitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan




Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagihm dan memelihara penghasilan, termasuk:

1.    Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

·         Biaya pembelian bahan.

·         Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorium, bonus, dll.

·         Bunga, sewa, dan royalty.

·         Biaya perjalanan.

·         Biaya pengolahan limbah.

·         Premia asuransi.

·         Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

·         Biaya administrasi.

·         Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.

2.    Depresiasi atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi.

3.    Iuran kepada dana pension yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4.    Kerugian karena penjualan atau harta yang dimiliki.

5.    Kerugian selesih kurs mata uang asing.

6.    Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7.    Biaya beasiswa magang , dan pelatihan.

8.    Piutang-piutang nyata tidak dapat ditagih.

9.    Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian, dan sumbangan fasilitas pendidikan, serta biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10. Kompensasi kerugian Fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto

Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat berikut:

1.    Prederan bruto (Omset) kurang dari Rp 4,8 milliar per tahun.

2.    Mengajukann permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.

3.    Menyelenggarakan pencatatan.

| Februari 10, 2021 |

MEMAHAMI KONSEP PAJAK PENGHASILANK (PPh)


PAJAK PENGHASILAN


PAJAK PENGHASILAN

Pengantar

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.


Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah:

1.    Orang pribadi.

2.    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

3.    Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.

4.    Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek Pajak dibedakan menjadi 2 yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Berikut perbedaan dari kedua Subjek Pajak:

Wajib Pajak Dalam Negeri
Wajib Pajak Luar Negeri
·         Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasrkan penghasilan netto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (Tarif UU PPh pasal 17).
·         Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
·         Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
·         Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.
·         Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
·         Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)


Kewajiban Pajak Subjektif

Berikut ini tabel mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif:

MULAI
BERAKHIR
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat dilahirkan
·         Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi:
·         Saat meninggal
·         Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
·         Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat berkedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT:
·         Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT:
·         Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
Warisan Belum Terbagi:
·         Saat timbulnya warisan yang belum terbagi.

Warisan Belum Terbagi:
·         Saat warisan telah selesai dibagikan.



Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:

1.    Kantor perwakilan Negara asing.

2.    Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

·         Bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.

·         Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3.    Organisasi Internasional, dengan syarat:

·         Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

·         Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dai iuran para anggota.

4.    Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

·         Bukan Warga Negara Indonesia.

·         Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesi, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1.    Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, dll.

2.    Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3.    Laba Usaha.

4.    Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

5.    Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

6.    Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7.    Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8.    Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

9.    Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan netp yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

19. Surplus Bank Indonesia.

Tidak Termasuk Objek Pajak

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah

1.    Bantuan atau sumbangan.

2.    Harta hibahan yang diterima oleh keluarga .

3.    Warisan.

4.    Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

5.    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh.

6.    Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan macam-macam asuransi.

7.    Dividen atau bagian laba yang diperoleh dari Perseroan Terbatas (PT).

8.    Iuran yang diperoleh dari dana pension.

9.    Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana peniun.

10. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tdk terbagi atas saham-saham dll.

11. Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan modal ventura

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan yang ketentuannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yan bergerak dibidang pendidikan atau penelitian.

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pengurangan yang Diperkenankan Dalam Menghitung PPh Pasal 21

Pengurangan yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pension/Jaminan Hari Tua (JHT). Sementara itu, untuk penerima pension, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pension. Berikut adalah uraian lebih rincinya:

Jenis Pengurang
Maksimal
Bulan
Tahun
Biaya Jabatan (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 500.000
 Rp 6.000.000
Biaya Pensiun (5% X Penghasilan Bruto)
 Rp 200.000
 Rp 2.400.000 

| Februari 08, 2021 |
Back to Top