Judul : Pengantar Akuntansi Ijarah
link : Pengantar Akuntansi Ijarah
Pengantar Akuntansi Ijarah
Pengantar Akuntansi Ijarah - Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewamenyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum akhir masa akad;
(c) penjualan pada akhir masa akad
(d) penjualan secara bertahap.
Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
Rukun Ijarah adalah :
1. Musta’jir / penyewa
2. Mu’ajjir / pemilik barang
3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan
4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
5. Ijab Qabul
Syarat-syarat Ijarah adalah
1. Pihak yang terlibat harus saling ridha
2. Ma’jur (barang / obyek sewa) ada manfaatnya :
a. Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal
b. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur / diperhitungkan
c. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
d. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sbb:
Pertama : Rukun dan syarat ijarah
1. Pernyataan ijab dan qabul
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik asset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset nasabah).
3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset
4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak
Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa
a. Menyediakan aset yang disewakan
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset
c. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil)
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan al-Ijarah Muntahiyah al-Bittamlik sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor : 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al- Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dianggap sebagai salah satu instrumen keuangan yang digunakan oleh bank-bank Islam, dimana bank-bank Islam berbeda di dalam memperlakukan pengukuran dan pengungkapan assets yang disewakan, dan di dalam akuntansi bagi bagian bank Islam pada biaya langsung awal dan perbaikan assets yang disewakan. Mereka juga berbeda mengenai pengakuan pendapatan Ijarah (hampir separuh bank-bank Islam yang berpartisipasi mengakui pendapatan Ijarah ketika cicilan sewa jatuh tempo, separuh yang lain mengakui pendapatan sewa pada berbagai waktu). Disamping itu, menunjukkan bahwa bank-bank Islam juga berbeda di dalam pengungkapan kebijakan akuntansi mengenai Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
Perbedaan tersebut di dalam perlakuan akuntansi dan pengungkapan cenderung mempunyai berbagai efek. Adalah sulit untuk membandingkan keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank Islam dengan yang diperoleh oleh bank Islam lain. Ini akan mengurangi kegunaan informasi kepada para pemakai laporan keuangan bank-bank Islam. Juga, perbedaan tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi investasi bersama baik keuntungan atau kerugian antara para pemilik rekening investasi tidak terbatas dan para pemilik equity di satu sisi dan alokasi hasil-hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para pemilik rekening (tidak terbatas dan terbatas) di sisi lain.
Tetapi, standardisasi perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan kerangka dasar seperti “Penentuan hak-hak dan kewajiban semua pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari transaksi yang tidak selesai dan kejadian kejadian lain sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam dan konsep keadilannya, charity dan kepatuhan terhadap etika bisnis Islam, dan memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan bank-bank Islam untuk memungkinkan mereka mengambil keputusan yang sah di dalam mu’amalah mereka dengan bank-bank Islam”.