Judul : Akuntansi Murabahah Uang Muka
link : Akuntansi Murabahah Uang Muka
Akuntansi Murabahah Uang Muka
Akuntansi Murabahah Uang Muka - Adalah Uang muka dalam murabahah dimaksudkan untuk bukti keseriusan dalam pembelian barang tersebut. Uang muka tersebut dapat dilakukan oleh bank kepada suplier maupun uang muka yang diterima bank dari pembeli. Berkenanan dengan itu, dalam hal bank menerima uang muka dari pembeli, dalam perlakukan akuntansinya diatur sebagai berikut :
30 Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(a) uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima;
(b) pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok); dan
(c) jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biayabiaya yang telah dikeluarkan oleh penjual .
Jadi uang muka akan dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian riil yang dialami oleh bank syariah, jika pesanan murabahah dibatalkan. Sedangkan jika akad dilaksanakan, maka perhitungan keuntungan didasarkan pada harga porsi barang yang dibiayai oleh bank, yaitu harga barang setelah dikurangi dengan uang muka.
Contoh : 4-7 (uang muka dari pembeli / nasabah)
Pada tanggal 5 Juni 2008 sebagai tanda keseriusan pemesanan mobil antik kepada Bank Syariah “Amanat Ummat”, Tuan Abdullah untuk menyerahkan uang muka sebesar Rp.10.000.000,--, sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Pada saat penerimaan uang muka dari pembeli, jurnal yang dilakukan oleh Bank Amanah Ummah adalah sebagai berikut:
Dengan adanya jurnal atas transaksi tersebut, maka saldo perkiraan “Hutang Uang Muka / Titipan Uang Muka Murabahah” dan posisi neraca Bank Syariah Amanat Ummat sebagai berikut :
Uang muka kepada pemasok atau dealer yang dibayarkan oleh bank syariah, juga dimaksudkan sebagai tanda keseriusan bank syariah dalam melakukan pembelian barang tersebut, dan atas uang muka tersebut harus disepakati ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban masing-masing yang berkaitan dengan uang muka seperti misalnya bagaimana jika terjadi pembatalan pembeli, bagaimana jika pembelian tersebut jadi dilaksanakan
Contoh : 4-8 (uang muka kepada pemasok)
Pada tanggal 10 Juni 2008 Bank Syariah “Amanat Ummat” membayar uang muka pembelian mobil antik kepada PT OTOMBIL sebesar Rp.15.000.000,-- dan kekurangannya dibayar pada saat penyerahan barang. Disepakati bahwa apabila pesanan dibatalkan maka uang muka tersebut dipotong sebesar 50% Atas pembayaran uang muka tersebut Bank Syariah Amanat Ummat melakukan jurnal :
Oleh karena pada umumnya murabahah yang dilaksanakan oleh bank syariah adalah murabahah berdasarkan pesanan, maka bank syariah baru akan mencari barang jika ada nasabah yang membutuhkan. Dalam pengadaan barang yang dilakukan oleh bank syariah dapat terjadi kerugian sebagai akibat dibatalkannya pesanan barang yang dilakukan. Jika pembatalan tersebut sebagai akibat pembatalan pesanan nasabah maka kerugian dapat diganti dari uang muka yang diterima dari nasabah.
Contoh : 4-9 (kerugian bank)
Karena pembeli membatalkan pesanan pembelian mobil maka bank syariah terpaksa membatalkan pesanan mobil antik pada PT Oto-Mobil. Atas pembatalan tersebut PT Oto-Mobil mengenakan pemotongan uang muka sebesar 50% dari uang muka yaitu sebesar Rp. 7.500.000,-- sehingga Bank Syariah Amanah Ummat mengalami kerugian sebesar jumlah tersebut.
Atas pembatalan pesanan, urbun diterima dari pemasok sebagian, dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 13 / DSN-MUI / IX / 2000 tertanggal 16 September 2000 perihal Uang Muka Dalam Murabahah, yang mengatur ketentuan bahwa (a) Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut, (b) Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah (c) Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. Yang perlu dipahami bahwa kerugian bank syariah yang dapat dimintakan kepada nasabah adalah kerugian bank syariah atas transaksi Murabahah Berdasarkan Pesanan Bersifat Mengikat. Sedangkan untuk Murabahah yang tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan yang sifatnya tidak mengikat, nasabah diberi hak untuk menentukan pilihan untuk membeli atau tidak membeli, sehingga bank syariah tidak dapat meminta ganti rugi atas pembatalan pembelian atau pesanan tersebut.
Contoh : 4-10 (penggantian kerugian bank)
Atas pembatalan pesanan pembelian mobil antik oleh Tuan Abdullah bank syariah membatalkan pesananannya kepada PT Oto-Mobil dan atas pembatalan tersebut Bank Syariah Amanah Ummat mengalami kerugian sebesar Rp.7.500.000,- Oleh karena transakasi Murabahah tersebut merupakan Murabahah Berdasarkan Pesanan dan Sifatnya Mengikat, maka kerugian tersebut dapat dimintakan kepada Tuan Abdullah (nasabah), sehingga jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah Amanah Ummat adalah sebagai berikut:
Kerugian yang dialami oleh bank syariah dapat saja terjadi lebih besar dari uang muka yang diterima dari nasabah. Jika terjadi demikian maka bank syariah meminta tambahan kekurangannya.
Contoh : 4-11 (kerugian bank lebih besar dari uang muka)
Misalnya selain kerugian atas pemotongan uang muka oleh PT OTOMBIL sebesar Rp. 7.500.000,-- tersebut (contoh 3-3), atas pemesanan mobil antik oleh Tuan Abdullah tersebut Bank Syariah Amanah Ummat juga telah mengeluarkan beban atas survey kelayakan mobil antik dan sebagainya sebesar Rp.5.000.000,-- sehingga jumlah kerugian yang ditanggung oleh Bank Syariah Amanah Ummat sebesar Rp.12.5000.000,-- Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut diatas bahwa apabila kerugian atas pembatalan pesanan yang dialami oleh bank syariah lebih besar dari uang muka yang diberikan oleh pembeli maka bank syariah dapat meminta tambahan kekurangan tersebut kepada nasabah, sehingga atas contoh diatas jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah Amanat Ummat adalah sebagai berikut :
Tidak menutup kemungkinan bahwa kerugian atas pembatalan pesanan barang tersebut atas kesalahan bank syariah sendiri, bukan akibat kesalahan dari pembeli atau pemesan. Apabila kerugian yang dialami oleh Bank Syariah tersebut sebagai akibat kelalaian bank syariah sendiri, maka kerugian tersebut harus ditanggung sendiri oleh bank syariah dan tidak dapat dimintaka ganti kepada nasabah
Contoh : 4-12 (kerugian karena kesalahan bank)
Karena mendapat penawaran yang lebih menjanjikan Bank Syariah Amanah Ummat membatalkan pemesanan mobil antik kepada PT Oto-Mobil (bukan atas kesalahan atau permintaan Tuan Abdullah), sehingga Bank Syariah Amanah Ummat mengalami kerugian sebesar Rp. 7.500.000,-- Atas pembatalan pesanan mobil antik tersebut, kerugian sebesar Rp.7.500.000,-- ditanggung sendiri oleh Bank Syariah Amanah Ummat dan tidak dapat dimintakan ganti rugi kepada Tuan Abdullah, sehingga jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah sebagai berikut:
Yang bertanggung jawab untuk mengadakan barang adalah bank syariah sebagai penjual dan atas pengadaan tersebut pembayaran yang dilakukan oleh bank syariah kepada pemasok sesuai yang disepakati kedua pihak.
Sebelumnya mengenai Akuntansi Potongan Harga Murabahah ini dapat menambah pengetahuan anda.
Contoh : 4-13
Atas pesanan yang dilakukan Bank Syariah Amanat Ummat kepada PT Oto-Mobil diterima mobil antik yang dipesan, dengan harga beli sebesar Rp.110.000.000,-- (lihat contoh 1-1) Pembayaran sisa harga mobil dibayarkan pada saat penyerahan tersebut dengan mengkredit rekening suplier. Atas transaksi tersebut dilakukan jurnal :
Atas transaksi tersebut saldo perkiraan Piutang Uang Muka Pemasok dan posisi neraca Bank Syariah Amanah Ummah adalah sebagai berikut: