Judul : Aturan Murabahah dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
link : Aturan Murabahah dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Aturan Murabahah dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Aturan Murabahah dalam fatwa Dewan Syariah Nasional - Adalah Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Murabahah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang .
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank
Kedua : Ketentuan murabahah kepada nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka :
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya
Ketiga : Jaminan dalam murabahah
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
Keempat: Hutang dalam murabahah
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan pembayaran dalam murabahah
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Sebelumnya mengenai Pengertian Rukun Macam dan Syarat Murabahah ini dapat menambah pengetahuan anda
Keenam : Bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Sebagai tanda keseriusan dalam melakukan pemesanan, bank syariah dapat meminta uang muka. Berkaitan dengan Akuntansi Perbankan Syariah, uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada Bank Syariah, bukan kepada pemasok (PAPSI, hal III.33). Jadi pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok, yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri (self financing) tidak dapat dikategorikan sebagai uang muka, bahkan banyak yang berpendapat barang yang diberi dengan dana sebagian dari nasabah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa DSN nomor 4/DSNMUI/ IV/2000, ketentuan pertama, butir 4 yaitu: “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba “
Bank dapat meminta kepada nasabah (urbun) sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah