Judul : Alasan Margin Murabahah Tangguhan
link : Alasan Margin Murabahah Tangguhan
Alasan Margin Murabahah Tangguhan
Alasan Margin Murabahah Tangguhan - Adalah Alasan Margin Murabahah Tangguhan sebagai pos pengurang dari Piutang yaitu
1. Angka yang tercantum dalam neraca bank syariah akan menunjukkan risiko yang benar-benar dihadapi oleh bank syariah tersebut, sehingga tidak ada pencantuman angka dalam
neraca yang diharapkan untuk meningkatkan asset bank syariah
2. Dalam Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions – Bahrain, dalam Bab Murabahah butir 2/5 disebutkan: “Deferred profits shaal be offset against Murabahah Receivables in the statement of financial position (para 9)
3. Dengan adanya transaksi Murabahah tersebut tidak ada penambahan Total Aset dari bank syariah sehingga sesuai dengan risiko (harga perolehan) yang telah dikeluarkan, yaitu sebesar Rp. 1.000.000,-
Dengan adanya mencantumkan Margin Murabahah Tangguhan pada posisi pasiva maka hanya dengan cara pencairan atau pelaksanaan transaksi awal murabahah sudah ada kenaikan asset sebesar Margin Murabahah.
Hal tersebut dapat dilihat pada neraca berikut :
Dalam praktek, banyak bank syariah memberi kuasa kepada pembeli untuk membeli barang, sehingga bank syariah menyerahkan uang tunai kepada pembeli untuk membeli sendiri barang yang dibutuhkan. Apabila bank syariah tersebut taat pada aturan yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, dimana dalam fatwa tersebut jelas ditegaskan bahwa, Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kata-kata yang menarik untuk ditelaah dalam fatwa tersebut adalah “akad jual beli murabahah dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik nasabah”. Kepemilikkan barang oleh bank syariah tidak harus bahwa barang tersebut berada di bank syariah, tetapi yang sangat esensi adalah bahwa akad murabahah baru dilakukan setelah ada barangnya yang dibuktikan dengan adanya bukti barang yang bersangkutan, seperti misalnya nasabah telah menyerahkan faktur, invoice, dan sebagainya dan bank syariah menyakinkan bahwa barang tersebut benar dibeli oleh nasabah.
Dari segi akuntansi, apabila bank syariah memberi kuasa kepada nasabah untuk membeli barang, maka hal ini dibukukan dalam perkiraan “Piutang Wakalah” sebesar uang yang diserahkan kepada nasabah, sedangkan apabila barangnya telah ada dan telah diserahkan kepada nasabah baru dibukukan dalam perkiraan “Piutang Murabahah” sebesar harga jual barang tersebut.
Contoh : 4-15 (bank syariah memberi kuasa ke nasabah)
Misalnya dalam contoh diatas, Bank Syariah Amanah Ummat memberi kuasa kepada Tuan Abdullah untuk membeli mobil antik kebutuhannya dan Bank Syariah Amanah Ummat menyerahkan uang tunai sebesar Rp.100.000.000,-- (sebesar harga mobil yang dibiayai oleh Tuan Abdullah sendiri)
Sebelumnya mengenai Akad Keuntungan Murabahah yang di Akui ini dapat menambah pengetahuan anda.
Atas transaksi tersebut Bank Syariah Amanah Ummat melakukan jurnal sebagai berikut:
Pada saat Tuan Abdullah menyerahkan barang atau menyampaikan bukti pembelian barang (barang berada di tempat Tuan Abdullah), dan kemudian menyerahkan barang tersebut kepada Tuan Abdullah, maka
Bank Syariah Amanah Ummat melakukan jurnal :
Pada saat penerimaan barang :